Pembuly
“Suara yang Tak Pernah Didengar”
Ardi adalah anak pendiam di sekolah. Tubuhnya kurus, kacamata tebal bertengger di wajahnya, dan ia jarang berbicara kecuali jika ditanya. Karena itulah, beberapa teman sekelasnya sering menjadikannya bahan ejekan.
“Eh, si kutu buku lewat!” seru salah satu anak, membuat yang lain tertawa. Ada yang sengaja menyembunyikan bukunya, ada pula yang menempelkan kertas bertuliskan cupuuu di punggungnya. Ardi hanya diam, menunduk, seolah semua itu tidak ada. Tapi di dalam hatinya, luka itu menumpuk sedikit demi sedikit.
Suatu hari, saat istirahat, Ardi duduk sendirian di pojok kantin. Tiba-tiba, seorang anak baru bernama Sinta mendekat. “Kamu kenapa selalu sendirian?” tanyanya polos. Ardi terkejut, jarang sekali ada yang benar-benar bertanya. Dengan suara pelan, ia hanya menjawab, “Aku… nggak punya teman.”
Sinta tersenyum. “Mulai sekarang, kamu punya.”
Kata-kata sederhana itu menghangatkan hati Ardi. Untuk pertama kalinya, ia merasa didengar dan dihargai. Kehadiran Sinta perlahan mengubah suasana. Saat Ardi diejek lagi, Sinta berdiri membelanya. “Berhenti, kalian nggak tahu rasanya jadi dia!” katanya lantang.
Sejak hari itu, beberapa teman mulai sadar. Mereka merasa malu telah membully Ardi. Memang, luka hati tidak bisa sembuh secepat itu, tapi Ardi menemukan sesuatu yang jauh lebih penting: keberanian untuk tidak lagi merasa sendirian.
Di dalam hatinya, ia berbisik, “Terkadang satu suara saja cukup untuk menghentikan kesunyian yang panjang.
Komentar
Posting Komentar