Novel yang Tak pernah selesai
Di sebuah kamar kecil berisi rak kayu reyot, Raka menatap lembaran-lembaran kertas yang berhamburan di meja. Setiap malam, ia menulis. Bukan tugas sekolah, bukan laporan pekerjaan, melainkan sebuah novel yang sudah ia mulai sejak dua tahun lalu. Judulnya: Hujan di Ujung Senja.
Namun, meski sudah ratusan halaman, novel itu tak pernah selesai. Setiap kali hampir mencapai akhir, Raka selalu merasa ada yang kurang. Ia hapus, ia ubah, lalu kembali menulis ulang.
“Kenapa sulit sekali mengakhiri cerita?” gumamnya.
Suatu hari, ia bertemu seorang gadis di perpustakaan bernama Nisa. Gadis itu gemar membaca, dan tanpa sengaja menemukan draft novel Raka yang tertinggal di meja.
“Ceritamu… indah sekali,” ujar Nisa, tersenyum. “Tapi kenapa tidak ada endingnya?”
Raka tertunduk. “Aku takut salah menutup kisah. Bagiku, cerita yang buruk bisa merusak semua halaman indah sebelumnya.”
Nisa menatapnya dalam. “Tapi hidup ini sendiri tak pernah benar-benar selesai, Raka. Kita hanya berjalan dari satu bab ke bab lain. Ending itu bukan tentang benar atau salah, tapi keberanian untuk menutup satu bagian, agar bisa membuka bagian berikutnya.”
Kata-kata itu menancap dalam hati Raka. Malam itu juga, ia kembali ke meja kerjanya. Dengan tangan bergetar, ia menuliskan kalimat terakhir novelnya. Tidak sempurna, tidak pula indah menurut standar semua orang, tapi cukup untuk dirinya.
Saat titik terakhir itu ia beri, Raka tersenyum lega. Novel yang tak pernah selesai akhirnya menemukan ujungnya.
Dan tanpa sadar, sebuah bab baru dalam hidupnya pun dimulai—bab tentang keberanian, dan tentang Nisa.
Komentar
Posting Komentar